Senin, 29 Juli 2013

Proyek Buku Antologi #DuetPuisi

Menindaklanjuti keinginan untuk menghimpun puisi dalam sebuah buku antologi, setelah berdiskusi dengan beberapa sahabat, maka kami akan melanjutkan proyek tersebut. Undangan terbuka bagi teman-teman peserta yang ingin mengaspirasikan pendapatnya untuk konsep buku, dapat memaparkannya kepada kami melalui email duetpuisi@gmail.com dengan subjek "Antologi #DuetPuisi".

Informasi bagi para peserta agar mengirimkan puisinya dengan susunan yang sistematis, digabung bagi setiap pasangan dalam satu file ms.word dan dikirim melalui e-mail duet puisi dengan subjek "DuetPuisi.word", juga menyertakan data diri dan pasangan yang berisi:
Nama lengkap:
Nomor handphone:
Url blog:
Akun twitter:

Deadline: 15 Agustus 2013.

Konsep dari para moderator sendiri di antaranya menghimpun puisi-puisi kalian yang akan dibagi ke dalam beberapa bab dengan masing-masing bab memiliki tema yang berbeda. Selain itu juga kami mengharapkan agar adanya ilustrasi gambar sebagai interpretasi beberapa puisi dari teman-teman peserta. Juga, kami ingin membuat semacam mini album musikalisasi beberapa puisi milik peserta.

Maka dari itu, jika ada teman-teman yang bisa menggambar atau bermusik, dapat menghubungi kami untuk bergabung dalam proyek ini.

Kontak:

e-mail: duetpuisi@gmail.com
twitter: @duetpuisi

Moderator:

Galih Hidayatullah (@mas_aih)
galih.hd@gmail.com

Latifa Sahril (@penakecil)
penakecil@about.me
081219859314 (WhatsApp)

Siapa pun yang berminat bergabung dengan proyek ini, bagi yang ingin menginterpretasikan puisi ke dalam sebuah ilustrasi, kami akan mengirimkan sampel puisi yang akan dimuat dalam buku, pun bagi yang berminat untuk membuat musikalisasinya. Hubungi kami melalui kontak di atas. Atas kerja samanya, kami ucapkan terima kasih.

Daftar Pemenang #DuetPuisi

Setelah melalui proses seleksi yang lumayan panjang, dengan mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya kami umumkan para pemenang lomba #DuetPuisi 2013 ini, antara lain:
  1. Pasangan @pratiwihputri dan @JvTino, atas chemistry yang amat terlihat natural juga produktivitasnya dalam berduet puisi selama event berlangsung.
  2. Pasangan @sedimensenja dan @_bianglala yang puisi-puisinya menjadi favorit banyak teman-teman pembaca.
  3. Pasangan @dudupan_ dan @chitajelitass yang puisinya untuk benar-benar mewakili perasaan mereka. Semoga cepat jadian!
  4. Pasangan @PerempuanButa dan @angghieandria dengan puisi yang begitu bagus, anti-mainstream. Di saat semua menulis tentang cinta, mereka begitu peka dengan keadaan sosial di sekitarnya.
  5. @poetrazaman dalam kategori #PuisiuntukChairil yang diadakan dalam rangka mengenang Chairil di mana bertepatan dengan hari lahir bapak puisi Indonesia tersebut.
Penilaian juga kami lakukan berdasarkan ketepatan waktu mengirimkan link puisi setiap harinya kepada para moderator, menaati peraturan yang ada dengan baik, dan usaha dalam mengikuti perlombaan ini.

Kepada para pemenang diharapkan mengirimkan nama lengkap, alamat rumah dan nomor telepon yang dapat dihubungi untuk pengiriman hadiah melalui email duetpuisi@gmail.com. Paket buku akan dikirim ke salah satu orang dari setiap pasangan pemenang, jadi pembagian bukunya kami serahkan seluas-luasnya kepada pasangan pemenang. Begitu pun untuk pemenang kategori #PuisiuntukChairil, juga melakukan hal yang sama.

Bagi yang belum beruntung jangan berkecil hati, sebagai bentuk apresiasi kami terhadap usaha kalian, kami berencana menerbitkan buku antologi yang bermuatan puisi-puisi kalian selama event ini berlangsung. Untuk hal ini akan kami paparkan pada postingan selanjutnya.

Sekian, terima kasih atas partisipasi seluruh peserta. Tetaplah berkarya, buat sendiri sejarah kita melaluinya.

Jumat, 19 Juli 2013

#DuetPuisi @ama_achmad dan @commaditya

@ama_achmad

dadamu adalah kota dengan langit paling biru. langit yang menaungiku dari segala cemas, takut dan sakit.

di sana, di sudut kirinya, kita membangun sebuah rumah. empat tiangnya yang kokoh adalah janji-janji yang diabadikan musim. Di dalamnya matahari terbit tanpa tahu terbenam.

di satu bagian ruang tamu, menghadap ke pintu, sebuah jam dinding kau letakkan bersisian dengan lukisan sebuah taman. jam dinding itu, tepat berhenti di pukul lima lewat lima pagi.

"aku menahan waktu, menahan detaknya agar segala yang bernama kebahagiaan tak berlari menjauhi kita" katamu di satu subuh ketika kita sibuk melekatkan degub.

sampai tiba satu masa, segala hal menjadi tak ada. langit di atas kepalaku terbakar. jarum-jarum jam dinding itu bergerak secepat entah. dan lukisan sebuah taman itu, berubah menjadi pemakaman.

segalanya menjadi tak ada.

jelaskan padaku, Aditya, mengapa matahari yang seharusnya tak pernah benam itu kini mati, dan segala yang bernama kebahagiaan itu hanyalah dongeng pengantar tidur yang basi?

"beginilah rupa duka itu, puan" katamu.



Seperti Ini Aku Mengembalikan Kita
@commaditya

:amalia
Kadang kita diperkenalkan duka, Amalia; agar kita bisa memaknai bahagia.
Maka ikutlah denganku berjalan sejenak, menyusuri kota kecil yang dulu kita bangun di dalam dada sebelah kiri.
Pertama, mari menelusuri kembali reruntuhan yang terlalap api. Retakan-retakan menggunung yang dulu pernah utuh. Sisa-sisa gedung yang tadinya penuh. Lintasi gang-gang kecil yang patah, tempat sepasang cinta melempar-lempar gema.Dengar baik-baik, mereka masih memantulinya. Meski sayup-sayup berjuang mengisi ruang. Terbang di udara sebagai rintih-rintih sekarat dengan sayap-sayapnya yang rapuh.
Kedua, mari lihat bagaimana langit hitam kini. Bagaimana biru tempat kita biasa menggambar pelangi dulu, kini jadi lembar hitam serupa abu yang ditolak api. Kosong? Mari mengisinya kembali. Namun biarkan aku memandang matamu sejenak, aku ingin mencontek dunia kecil di dalamnya. Karena matamu adalah cetak biru tata surya, yang dititipkan ayah jikalau dunia runtuh, namun kita masih berpegangan; saling menyelamatkan.
Terakhir, ikutlah aku kembali ke dalam rumah kecil kita. Lihatlah di balik reruntuhan temboknya masih terpancang tiang-tiang; (lihatlah) janji-janji itu belum tumbang. Jam dinding yang kehilangan jarumnya, serta lukisan taman yang tanpa matahari biarlah jadi bekas luka yang mengingatkan kita, bagaimana kiamat pernah singgah.
“Cinta, itulah bumi bagi kita, Aditya. Tempat segala tumbuh dan hidup. Digenapi takdir, disepakati langit,” katamu, yang masih aku peluk hingga kini di dalam ingatan. Marilah membangun kembali segalanya, hingga kita dapatkan kembali sejuknya berpeluk kata-kata. Hingga waktu jadi beku pada puisi-puisi dan kopi bisu pukul lima pagi.


dps2013
kopikultur dan kamar tidur

#DuetPuisi @WangiMS dan @momo_DM

– @WangiMS

Aku duduk termangu di ruang tunggu,
Dengan segala pikiran menujumu
Lalu, aku berhitung, dan berhenti di angka tujuh
Kamu masih saja berlalu lalang di kepalaku
Masa laluku denganmu sudah kubuang ke tempat sampah di pojokan situ
Yang kuamati dari tempat dudukku di ruang tunggu
Aku memutuskan untuk berdiri, berlalu
Meninggalkan kamu, sekantung masa lalu, dan tempat sampah di ruang tunggu




– @momo_DM

Di ruang tunggu, kau kembali mengingatku, sebagai luka di masa lalu, sebagai tangis pengisi lorong waktu.
Di ruang tunggu, kau mengais sisa kenangan lalu, memeluk asa hendak berlalu, diam-diam merindukanku sebagai candu.
Di ruang tunggu, anak-anak kecil berlarian ke sana kemari.
Hei! Tunggu! Bukankah itu anak-anak rindu kita?
Tak kau lihatkah mereka berlarian hendak menemukan titik temu?
Kasih…
Lihatlah! Bahkan setelah kaulempar aku tempat sampah, apakah aku langsung musnah?
Tidak!
Sebab sejatinya ingatan adalah tempat persembunyian kenangan paling aman, dan kenangan adalah penyimpan ingatan paling nyaman.
Sementara anak-anak rindu terus berlarian di ruang tunggu, di ingatanmu, tentangku akan terus beranak pinak di kedalaman kenanganmu.
Kemarilah sebentar saja! Akan kuberikan sepotong senja untuk mengganjal ingatanmu yang hendak melupa. Atau kamu mau aku memberikanmu segelas kopi untuk menidurkan ingatanmu tentangku? Rasanya tidak. Sebab apa pun tentangku adalah apa yang kau ingat selalu.
Kini, ruang tunggu sudah terbuka. Kita pun memilih pintu masuk pesawat yang berbeda. Kau ke kotamu, aku ke kotaku. Sementara ruang tunggu tetaplah akan bisu. Serupa rindu yang masih diam-diam memintal harapan dalam labirin ingatan.
Bagimu aku, bagiku kamu. Kita adalah sama. Sama-sama berusaha melupakan sesuatu yang tetap diingat.
Mataram, 19 Juli 2013
~ mo ~
Ditulis dalam @DuetPuisi untuk @WangiMS.

#DuetPuisi @uwowh dan @bukanadelia

– @uwowh

Sejajarkan tubuhmu rebahkan sudah
Pada ranjang lelap mimpikan indah
Anggun matamu seketika terpejam
Kala tidurmu mendekap malam

Damailah damai, Andromeda
Tanggalkan gelisah berenda
Sejenak agungkan syahdu
Biar luruh gemuruh rindu


Damailah damai, Jelita
Simpan baik dalam sukma
Tentang hasrat inginkan sua
Perihal hati senantiasakan damba

Bertahanlah

Andaikan masih ada resah
Eratkan kembali rapat dekapmu
Hingga sirna segala gelisah
Semoga tentram kekal menyertaimu

Sekali lagi bertahanlah
Sekalipun lelah kadang tak mau kalah

Berbesar sabarlah, perlahan hapus semua duka membiru
Yakinlah bahwa, hari bahagia masih mampu kita buru

Biarlah kini, kita mengecoh diri
Beserta ramah cinta yang kita miliki
Usahlah ragu hiraukan rindu yang menari
Biar lupa duka cita selama ini

Biarlah kini, kita menipu jiwa
Beserta hangat cinta yang kita punya
Usahlah ragu acuhi rindu yang jumawa
Biar lupa derita sukma sementara


"Santai sajalah. Entah esok hari atau lusa, pasti akan tiba suatu jumpa, mempertemukan kita untuk kembali bersama."



– @bukanadelia

Bukan kopi yang membuatku bertahan atas dinginnya waktu yang merajam rindu, tapi kamu.
Sepekat malam aku merindukanmu
Setiup lalu angin menggemuruh kalbu
Titipkan namamu

Sungguh pabila satu bintang hilang saat aku tak kuat menahan rindu yang meradang
Maka langit tak akan pernah berteman kerlip

Ku aduk lagi kopi
Kubiarkan anganmu menggenangi
Mungkin rindu memang seperti ini
Pedih namun tak pernah bisa berhenti

Aku menengadah
Semoga kamu selalu menemukan arah
Bagi setiap masalah yang datang tanpa jengah
Percayalah
Meski kamu berada nun jauh di entah
Degupku selalu mendoakanmu di setiap langkah

Mendoakanmu, sesesap kopi pekat malam ini kuhabiskan.

#DuetPuisi @IbnuWibowo dan @NHAZMONTANA

– @IbnuWibowo

Malam bahagia yang mendadak ada
Dan lonceng lonceng lonceng bersautan memanggil sang penjaga waktu
Menyambut sang bidadari yang kembali dari tidur panjangnya akan rasa cinta
Di pelukan seorang tak biasa sang bidadari berbisik mesra 
Menyiratkan senyum lukisan, menandingi monalisa
"akupun mencintaimu sama seperti cintamu."
Terjebak di alam mimpi dimana semua tampak indah walupun bukan nyata
Terbangun di tengah perihnya lara, berjalan terus ke arah cahaya
Memandang sekeliling walaupun tanpa ada lilin tetap bisa melihat cinta
Secercah indah cahaya cinta, memandu sang pengelana hingga mencapai nirwana
Sang bidadari pemandu cinta tetap tersenyum manis memancarkan hangat pada sang pengelana hingga habis waktu di dunia.




– @NHAZMONTANA

pendar tawamu adalah gurat harapan
setelah lelah menimang kelam
kutemukan juga rona bahagia
bertabur cinta dalam kemasan paling sederhana

jika cinta adalah sekumpulan logika
maka kamulah jawaban dari segala tanda tanya
kamulah titik dari segala baris rasa bimbang
dan kamulah ujung dari langkahku yang pertama

jika cinta adalah pembelajaran 
kupasrahkan buku hidupku pada semesta
kulempar lembar ragu pada belantara tanpa derita
dan kubiarkan pena pesonamu menjadi petunjuknya.

harapanku dan keyakinanmu, pasti cukup untuk mencipta jalan kita
ada tanganku, untukmu meletakkan percaya
ada tubuhku, untukmu menyandarkan beban dan lara
ada hatiku, untukmu mencecap warna warni dunia
ada mataku, untukmu mempelajari arti setia
ada aku dan keseluruhanku, hanya untukmu, lelaki tersayang

#DuetPuisi @JvTino dan @pratiwihputri

– @JvTino


“Jika ada seribu tahun lagi,
aku berharap akan datang matahari untukku.”
.
Aku membisikkan kalimat ini untukmu.
Berharap, kamu mendengarnya
di antara sayup-sayup suasana pagi,
di antara kebiasaanmu membelai mentari
yang menyelusup di antara rambutmu,
tergerai wangi
aroma denyut pori-pori kulit
yang lekat di helai rambut terurai.
.
Aku membisikkannya padamu
dengan lembut,
berharap kamu mendengarkannya dengan perlahan,
seperti matahari yang terbit,
tak pernah merasa renta di makan usia
dan tetap saja menata sinar cahayanya
perlahan, 
hingga senja.
Seperti matahariku yang sungguh kamu,
aku bagai malam yang terbenam
pada fajarmu yang kukatakan,
“untuk ribuan tahun lagi.”
 .
“… akan datang matahari gula-gula untukku …”
.
Akan datang cahaya warna-warni 
di hari-hari yang lugu dan bersuka cita,
seperti aku anak-anak rindu, 
merayu ibu demi gula-gula manisku yang sungguh kamu.
.
Akan datang ruh dengan warna-warni manis
dalam tatapanku pagi ini,
meraih-raih,
menggapai mentari yang bersembunyi di balik helai rambutmu,
menghirup aroma pori kulit tengkukmu
dan berkata atas romansa yang dipercayakan padaku,

“jika ada ribuan tahun lagi,
aku berharap,
hanya kamu,
metafora gelora hidupku yang pernah ada; 
kamulah metafora matahari gula-gula untukku.”
.
—————–





Dialog Pagi
– @pratiwihputri

: JvTino
Pagi di pinggiran kota Surabaya,
matahari belum juga terlihat, sayangku.
Di ufuk timur belum juga kulihat cahaya seberkas pun.
Aku membisu di teras rumah,
dengan secangkir kopi hangat bikinan ibu,
ditemani kicau burung gereja 
yang girang hendak menyambut pagi.
"Pagi itu, Matahariku, 
selalu datang membawa harapan-harapan,"
begitu bisikmu kala itu.

Ingatkah kau di suatu pagi, 
ketika aku bilang aku membenci matahari,
ketika aku menyalahkan sebuah kehilangan,
ketika aku lebih memilih bercengkerama dengan senja?
Matahari tak lagi terlihat.
Di mana harapan yang katamu itu ikut tenggelam
ditelan gulita?

Ingatkah kau di suatu pagi yang gigil?
Kau mulai memanggilku dengan sebutan manis -- Matahariku,
semanis gula-gula yang kau harapkan kedatangannya,
semanis aku, katamu.

"Aku benci kau memanggilku Matahari, 
panggil aku senja.
Bagaimana bisa aku menemuimu, 
jika kamu ingin menjadi senja,
sedangkan aku adalah pagi?"
Dialog pagi itu berputar lagi di kepalaku

"Percayalah, Sayang, 
pagi itu selalu datang dengan membawa harapan,"
bisik ibu sambil mengangat cangkir kopiyang kosong,

sekosong dadaku,
sebelum aku
mengenal pagi -- mengenal kamu.

#DuetPuisi @endanada dan @suparmaaan

– @endanada

Aku masih di sini. Di tempat terjauh dari hatimu. Tempat  menyimpan rindu – rindu yang tidak terungkapkan. Tempat menampung luka – luka yang berserakan. Tempat jatuhnya ribuan tetes air mata. Tempat yang bahkan engkau enggan untuk sekedar menoleh. Melihat semua penderitaan dan menyaksikan beribu kepiluan yang mendalam.

Aku masih di sini. Di tempat yang tak mungkin engkau temukan. Mengamati engkau dari kejauhan. Memperhatikan tanpa ada yang terlewatkan. Merekam semua yang kau katakan. Mencoba mengabadikan senyuman – senyuman. Mencoba menghapus peluh yang terkadang datang. Mencoba berharap agar kau sadar. Bahwa ada seorang yang selalu meninggikanmu dalam segala hal.

Aku masih di sini. Di tempat yang selalu kau abaikan. Di balik senyuman yang kutegar – tegarkan. Di balik air mata yang selalu kusembunyikan. Di pusat titik kejenuhan. Di ujung pangkal kekecewaan. Di antara puing – puing harapan. Semoga ini bukanlah batas akhir dari penantian. Karena layaknya sebuah penantian tidak akan pernah berakhir.

Aku masih di sini. Di tempat bermimpi yang tak berkesudahan. Mencoba berlari tapi tetap bertahan. Mencoba melupakan namun kutahu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ah, semoga ini hanyalah sebuah mimpi yang panjang. Kini biarkan aku terbangun dan jangan pernah paksa aku untuk sekedar menoleh tempat yang terasingkan.




– @suparmaaan

Skala rindu:
Ku ukur waktu dan mencari takaran rindu, namun semuanya  hadir sebagai skala.
Satu  berbanding tak terhingga –satu itu adalah kamu dan tak terhingga itu adalah jumlah rinduku.

Ku tulis namamu pada langit hitam dengan tinta putih
Agar kau tau jika ada penulis rindu yang bernama aku

Saat malam mengetuk kalbu mengajakku bertualang mencari pencipta cinta,
yang merancang  skala rindu dengan letak geografis buram,aku terdiam kusam ,hanya otakku yang bersenandung namamu mengalir menuju hati ,dan akhirnya  bahagiaku mati saat kenangan berada tepat dihati.

Jangan kau mengira diri ini berlari kabur dari rindu,
hanya masih bercermin masihkah kupantas menjemputmu ditempat terasingkan,agar terkesan tanpa paksaan.

Dalam sajak daun :
Kutafsirkan  rindu menjadi sajak daun-ketika daun terjun dari ranting untuk mencium bau bumi ,ternyata angin ikut campur dalam prosesnya.Aku marah sejadinya,angin telah menjadi orang ketiga yang menyakiti mereka,mengingatkan tentang aku,kamu,dan rindu menjadi orang ketiga yang menciptakan perih.

Semoga kau tau,bukan aku tak memperhatikanmu,namun aku hanya tidak tau cara meyodorkan rindu.

Melacur dengan resah:
Ku melacur dengan resah-meniduri setiap keresahaanku,lalu melucuti helai demi helai keraguan,dan ku nikmati setiap desahan mengatasnamakan cinta ,yang mencari waktu untuk diungkapkan berbarengan rindu.

Aku yang melacur resah di malam hari
Dengan suka mengunjungi secara sembunyi-sembunyi,lalu debar menarik nafas panjang sahut menyahut dengan pilu.

Melacur(MELAkukan CURhat) dengan resah tlah menjadi kebiasaanku.

Aku kelinci:
Andai aku kelinci,
Akan kudengarkan setiap keluhanmu dengan telingga yang luas ,hingga ku tau semua rahasia hatimu,meski dengan jarak yang jauh..

Andai aku kelinci,
Akan kulompatkan hatiku ke hatimu ,tanpa perlu menimbang jarak rindu..

Andai aku kelinci,
Akan kuselimuti khayalmu dengan bulu halus tebalku,lalu tak kau rasakan lagi mengigilnya kekecewaan dan akhirnya kau bisa merasakan kelembutanku.


Jangan tertawakan aku yang ingin menjadi kelinci,karena aku bukan jenaka yang layak ditertawakan dalam repih-repih kehidupan.sekarang aku tidak pernah lagi menerka-nerka tujuan rindu, karena rindu bertujuan untuk menaik derajatkan pertemuan.
Sepi kini tak lagi sendiri karena tlah ditemani rindu ,dan aku masih menunggu waktu yang berdiam tanpa langkah dalam serba-serbi kita.

Untukmu @endanada yang disana tempat terasingkan
#duetpuisi

#DuetPuisi @fasyaulia dan @GustiFullah

– @fasyaulia

Di mataku, sisa hujan semalam adalah keindahan yang bertepi pada sebongkah kenangan. Memaksa embun-embun untuk bertemu bersama pagi. Meninggalkan tuan yang semakin jauh melangkah pergi. Membohongi dunia pada curam nya kepedihan yang tak terhenti. Pada matahari, sisa hujan, dan pelangi yang membagi.
Di mataku, tak selamanya jarak adalah waktu yang melambat. Tuan mengenalkan ku pada sorotan matahari yang terikat. Cahaya nya menentu, jarak nya membisu, dan datang tepat waktu. Bukankah kita menginginkan itu?
Kita akhirnya bertemu pada satu lisan yang sama. Disaksikan senja yang membisu tak tertera. Di ujung keheningan yang mendera, ada asa yang menjadi kekal tak terhenti. Hingga kita tahu, kita menemui langit yang sama. Kamu menggoda nya hingga merah. Aku menanti hingga tak lagi cerah. Nikmatilah rasa ini yang tak pernah salah.
Untuk @GustiFullah dalam tulisan #DuetPuisi


– @GustiFullah

Rasa terima kasihku teramat sangat pada tuhan sang penguasa semesta.
Rasa ini memuncak walaupun aku dan kamu berpijak di bumi yang berbeda namun tetap di langit yang sama.
Jarak tak akan mampu membentengi mesra kata-kataku.
Meskipun jauhnya ragamu dari pandanganku, rasa hangat pelukmu masih terasa hangat di dalam kalbu.

Ada rasa takut jauh darimu.
Tapi hati ini telah jatuh pada puan yang pemalu.
Keberanian itu ada, karna rasa percaya adalah pondasi dari rasa sayangku.

Puan yang ku cinta seluas langit tuhan.
Ingatkah tentang langit memerah malu-malu yang dulu pernah aku ceritakan?
Betapa ia merona memandangi keintiman kita yang membuatnya cemburu merah padam.
Sungguh kebersamaan itu sanggup meruntuhkan langit, sehingga kita lupa waktu bahwa ia telah berubah warna menjadi biru malam.

Sore ini aku menyaksikannya lagi, puan.
Meskipun kita beradu kata di sudut bumi yang berjauhan.
Kemesraan kata-kata kita yang dihanyutkan angin menguap menjadi awan.
Membentuk gumpalan-gumpalan putih kapas, menyentuh langit senja.
Tak ada yang ditakutkan perihal jarak.
Karna kata-kata kita dibawa awan berarak.
Menyampaikan rindu melalui perantara ciptaan tuhan yang maha tahu.
Aku, kamu dan langit yang memerah malu-malu.

—–Teruntuk Fasyaulia dalam tulisan #DuetPuisi 

#DuetPuisi @eva_dino dan @akbaraya

– @eva_dino


Ia Si Gadis Gagu
Hanya mengerti aksara, namun tak mampu bicara
Bukan! Ia bukannya bisu!
Ia hanya gagu
Tak mampu mengungkapkan perasaannya pada pria yang ia cintai sedari dulu

Ia Si Gadis Gagu
Melihat pria yang ia cintai bercinta dengan wanita lain, ia tak pernah berseru
Ia hanya mampu diam dan terpaku
Sakit! Seperti ada pedang yang menusuk kalbu

Ia Si Gadis Gagu
Mencintai pria yang memiliki lesung di kedua pipinya
Pria yang dulu sering membuatnya bahagia
Dulu…
Sebelum ia menjadi gagu

Ia Si Gadis Gagu
Tak ingin cinta merusak persahabatannya
Iya, pria itu, sahabatnya
Sahabat yang dicintainya
Entah sejak  kapan
Ia pun tak paham
Maka ia lebih memilih bungkam
Menyimpan perasaan cintanya sendirian

Ia mencoba bertahan walau sebenarnya ia merasa sangat kesakitan
Layaknya orang lumpuh yang mencoba berjalan di atas kayu yang rapuh
Terkadang ia merasa tak lagi tangguh
Namun ia tak pernah berpikir untuk berlabuh

Ia jenuh menjadi Si Gagu
Pernah ia mencoba mengungkapkan perasaannya pada pria itu
Kaku!
Lidahnya kelu…
Gugup!
Jantungnya terus berdegup…
Cukup!
Ternyata ia tak sanggup…

Kasihan Si Gadis Gagu
Ia tetap memilih menjadi gagu
Memendam cintanya pada pria itu

Tahukah kamu?
Pria itu, KAMU!
Dan Si Gadis Gagu itu, AKU!


Mataram, 18 Juli 2013
Untuk seorang sahabat yang kucinta, Akbar Raya (@akbaraya)





– @akbaraya


Panggil ia Si Lelaki Buta,
Punya mata, tapi tak dapat memandang dengan seksama
Bukan! Ia bukannya tak mampu melihat dengan matanya
Ia hanya tak mampu menilai hal dengan hatinya


Memang ia Si Lelaki Buta,
Egois! Hanya mau menuruti nafsu yang kian membusuk
Mengejar cinta seorang gadis yang takkan pernah bertepuk
Tanpa sadar menepis cinta gadis lain yang telah lama terpupuk


Sungguh ia Si Lelaki Buta,
Tak suka dengan gadis manis berkererudung merah jambu
Gadis yang sering membuatnya kesal namun selalu tersenyum dengan tingkahnya yang lugu
Dulu...
Sebelum kebutaannya menenggelamkan masa itu


Lihatlah ia Si Lelaki Buta,
Dengan bodohnya telah merusak tali persahabatan
Persahabatan dengan gadis riang yang selalu menemaninya
Dan kini ia menangis dalam derasnya arus penyesalan
Mengingat kenangan manis dengan si gadis sahabat sejatinya


Kini ia menunggu sendiri di tepi dermaga, tenggelam dalam lamunan masa lampau
Mungkinkah mereka kembali seperti dulu?
Ia pun melamun tanpa peduli akan ruang dan waktu
Hingga debur ombak menariknya dari serpihan mimpi yang takkan bersatu


Kasihan ia Si Lelaki Buta,
Selamanya akan memandang cinta hanya dengan sebelah mata
Terhapus sudah semburat merah muda yang menghiasi pipinya
Pudar sudah rona-rona yang memancar di hatinya..


Tahukah kamu?
Gadis lugu itu, KAMU!
Dan lelaki buta itu, AKU!

......................................................................................................................

Jakarta, 19 Juli 2013
Balasan untuk puisi karya Eva Dina Lathifah (@eva_dino) , sahabat yang terlalu baik untuk menjadi nyata :)
http://dhynasaurus.blogspot.com/2013/07/si-gadis-gagu.html

#DuetPuisi

#DuetPuisi @adzhanihani dan @DR_dhani

– @adzhanihani

Ku namai ia mimpi; yang ku bangunkan paling pagi, yang ku beri juang dan hati. Kepada kamu, untuk kamu, tuk jadikan kita yang nanti dan nanti.
Ada kalanya hujan basahi tanah bumi. Menciptakan wewangian petrichor yang mampu bawa angan berkelana jauh sampai tak lagi menyapa batas yang dikenal akal. Kemana kita kan pergi? Kemana lagi kita bawa mimpi tuk menari?
        
Sayang, aku mengenalmu ketika rintik kesekian jatuh dari langit yang teramat tinggi. Dari awal yang tak pertama, dari kecil di antara yang besar, dari gerimis yang menderas. Dalam proses.
Dudukku diam, memandang kamu dengan mimpi yang menari bersama hujan dari balik jendela tanpa kaca. Gerimis tak mampu menyadarkan segala lamun, dirimu itu dominasi, dengan ‘mereka’ yang turut mengikuti — menari.
Sayang, terkadang mimpi serupa bayang pada genang di jalanan — yang hanya diam menatap kembali, mengabaikan nyata yang berteriak bahagia. Aku harap waktu mampu membuat kaki mimpi kita menapak berlari di atas genang sebagai suatu wujud bersama nyata, nanti.              
Sayang, percayalah, bahwa dengan hati, tak ingin ku tempatkan rintik mimpi pada hampar genang jalanan. Karna inginku ia menjadi pun terpantau; tak hilang.
                                               
Semoga nantinya mimpi tak pulang kebasahan. Semoga nantinya jelma utopia adalah hal terjauh yang tak mampu kejar anak mimpi kita.
Dari aku yang mencintaimu,
Adzhani,

Untuk Deddy Ramadhani, dalam @DuetPuisi.




– @DR_dhani

Aku menyebutnya dengan  nyata, yang memberi kecup dan selamat kepada pagi, yang kuberi asa dan rasa. Kepada kamu , untuk kamu, yang jadikan kita ada—untuk hari ini, dan seterusnya.

Semut semut berbondong membawa reremah. Memangku berat kudapan pada punggung yang diantarkan kehadapan dalamnya sarang yang tak mengenal kata gelap. Kita akan menetap, jadikan mimpi bukan lagi dirinya, mendewasakannya, mewujudkan nyata.

Ketahuilah, aku dan kamu menuju suatu yang tak hingga dan tak miliki definisi. Kita serupa bilangan yang kau bagi dengan nol, serupa pi yang tak pernah habis dibagi. Tanpa akhir.

Berlarian, dengan waktu aku berpacu meniti hujan itu. Merajut tiap tiap indah rintiknya, jadikan syal yang kulingkarkan pada lamun dan tinggi temperaturmu—sejuk.

Nyata sudah dekat, sayang.  Bata-bata mimpi yang kita rekat dengan timbun usaha telah tampakkan bentuknya serupa bilik. Ia mampu lindungi kita dari angin malam, pertemukan kita pada lelap indah yang tak berkesudahan, kini.

Telah kulihat caramu merawat mimpi yang jadikannya dewasa  diri. Dengan sedikit asa usaha yang kumiliki, izinkan aku membawanya pada transformasi yang lebih tinggi.

Jauh tinggi anak mimpi berkelana sudah, saatnya kembali pada yang didefinisikannya sebagai rumah—Ia nyata.



Dari aku yang kau nanti, Deddy Ramadhani,

dalam ber-#DuetPuisi dengan Adzhani.