TENTANG DOA, RINDU, DAN TATAPAN MATA
– @mamanism
Selalu saja seperti ini,
Saat malam menghardik rindu pada setiap cabikannya dan
menyisakan lamun yang berujung mendera.
Malam yang lengang.
Dimana doa - doa pada semesta bergerak secara
perlahan.
Merapalkan setiap helai namamu dalam ingatan.
Menempatkannya pada tahta semesta paling indah di
lautan kebahagiaan.
Andai saja kamu tahu, panjatan doa malamku pada
semesta bukanlah pilihan.
Namun sebuah kesadaran.
Kesadaran untuk dapat membahagiakanmu lebih dari
seribu lampion yang dapat membuatmu tersenyum.
Andai saja kamu tahu,
Hadirmu selalu merupa bintang pada langit malam.
Menenangkan bagi setiap pelupuk mata yang ingin
terpejam.
Masih berkisar tentangmu.
Sang lebah penghasil madu yg mengantarkanku menuju
semanis-manisnya rindu.
Bersamamu, rindu tak perlu lagi gelisah dalam menghabiskan
waktu.
Sebab pada setiap aksara yang kuciptakan, ada sebentuk
rindu yang tak lupa kusematkan.
Hingga akhirnya aku mengerti.
Dalam mencintaimu aku belajar bagaimana cara
menangguhkan panggung kesepianku.
Tentang sebuah rindu dalam tatapan mata.
Ada harapan yang sedang meminta untuk segera
diperindah oleh masa.
Agar cinta tak perlu lagi terkapar dalam mengembara.
Agar resah tak selalu menjadi nestapa.
Sebab, pada pundakmu aku bisa merebahkan resah dengan
tanpa memedulikan masa.
Dan Malam ini...
Aroma nafas tubuhmu masih menjelma padang - padang
puisi.
Terselip diantara lipatan selimut bulan yang sunyi;
dengan sisa ampas secangkir kopi.
Hingga akhirnya aku sadar.
Kita tidak sekedar berpandangan lagi, sekarang kita
mulai bercerita lewat tatapan mata.
– @yaelahbro
Malam, ialah waktu penghantar setiap rindu
yang menggebu
Perlu kau tahu, aku hanya berpegang pada
satu titik pacu
Khayalanku terlalu jauh, melambaikan harap
semu
Namun walau begitu, aku akan tetap kagumi
indahmu
Kapan kita bertemu?
Ah nampaknya kau juga tak peduli akan
hadirku
Mungkin namaku saja kau tak tahu
Namun, ku ingin kau tahu bahwa namamu
selalu terajut disetiap do'a ku
Aku selalu ingin menyapamu
Namun, entah mengapa suaraku tertahan,
terpenjara
Mungkin karena aku lebih akrab dengan malu
Ia selalu ramah menyapa dan merangkulku terlebih dulu
Lagipula, siapa lah aku?
Mungkin, hanya seorang gadis perindu yang asing dihidupmu
Atau bahkan hanyalah debu yang tak pernah kau tahu adanya
Ia selalu ramah menyapa dan merangkulku terlebih dulu
Lagipula, siapa lah aku?
Mungkin, hanya seorang gadis perindu yang asing dihidupmu
Atau bahkan hanyalah debu yang tak pernah kau tahu adanya
Mimpi. Aku hanyalah bocah pemimpi
Mendekapmu itu inginku
Namun, apalah daya seorang pemimpi?
Waktu belum memberi kita restu tuk berbagi
rindu bersama
Kini, kita sudah bertemu
Disuatu titik temu
Aku dan kau sedang menikmati kopi hangat
disebuah kedai
Hanya saja kelak, dimasa depan
yang entah kapan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar