Kamis, 18 Juli 2013

#DuetPuisi @mamanism dan @yaelahbro

TENTANG DOA, RINDU, DAN TATAPAN MATA

– @mamanism


Selalu saja seperti ini,
Saat malam menghardik rindu pada setiap cabikannya dan menyisakan lamun yang berujung mendera.
Malam yang lengang.
Dimana doa - doa pada semesta bergerak secara perlahan.
Merapalkan setiap helai namamu dalam ingatan.
Menempatkannya pada tahta semesta paling indah di lautan kebahagiaan.

Andai saja kamu tahu, panjatan doa malamku pada semesta bukanlah pilihan.
Namun sebuah kesadaran.
Kesadaran untuk dapat membahagiakanmu lebih dari seribu lampion yang dapat membuatmu tersenyum.
Andai saja kamu tahu,
Hadirmu selalu merupa bintang pada langit malam.
Menenangkan bagi setiap pelupuk mata yang ingin terpejam.

Masih berkisar tentangmu.
Sang lebah penghasil madu yg mengantarkanku menuju semanis-manisnya rindu.

Bersamamu, rindu tak perlu lagi gelisah dalam menghabiskan waktu.
Sebab pada setiap aksara yang kuciptakan, ada sebentuk rindu yang tak lupa kusematkan.
Hingga akhirnya aku mengerti.
Dalam mencintaimu aku belajar bagaimana cara menangguhkan panggung kesepianku.

Tentang sebuah rindu dalam tatapan mata.
Ada harapan yang sedang meminta untuk segera diperindah oleh masa.
Agar cinta tak perlu lagi terkapar dalam mengembara.
Agar resah tak selalu menjadi nestapa.
Sebab, pada pundakmu aku bisa merebahkan resah dengan tanpa memedulikan masa.

Dan Malam ini...
Aroma nafas tubuhmu masih menjelma padang - padang puisi.
Terselip diantara lipatan selimut bulan yang sunyi; dengan sisa ampas secangkir kopi.
Hingga akhirnya aku sadar.
Kita tidak sekedar berpandangan lagi, sekarang kita mulai bercerita lewat tatapan mata.



– @yaelahbro

Malam, ialah waktu penghantar setiap rindu yang menggebu
Perlu kau tahu, aku hanya berpegang pada satu titik pacu
Khayalanku terlalu jauh, melambaikan harap semu
Namun walau begitu, aku akan tetap kagumi indahmu

Kapan kita bertemu?
Ah nampaknya kau juga tak peduli akan hadirku
Mungkin namaku saja kau tak tahu
Namun, ku ingin kau tahu bahwa namamu selalu terajut disetiap do'a ku

Aku selalu ingin menyapamu
Namun, entah mengapa suaraku tertahan, terpenjara
Mungkin karena aku lebih akrab dengan malu
Ia selalu ramah menyapa dan merangkulku terlebih dulu

Lagipula, siapa lah aku?
Mungkin, hanya seorang gadis perindu yang asing dihidupmu
Atau bahkan hanyalah debu yang tak pernah kau tahu adanya

Mimpi. Aku hanyalah bocah pemimpi
Mendekapmu itu inginku
Namun, apalah daya seorang pemimpi?
Waktu belum memberi kita restu tuk berbagi rindu bersama

Kini, kita sudah bertemu
Disuatu titik temu
Aku dan kau sedang menikmati kopi hangat disebuah kedai
Hanya saja kelak, dimasa depan yang entah kapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar