Kamis, 18 Juli 2013

#DuetPuisi @_bianglala dan @sedimensenja

– @_bianglala

Pada angin berisik. Kita saling berbisik.
Agar kita semakin mendekatkan kepala
Hingga mendengar sepasang debar lebih lama — dan lebih lama tinggal.

Pada angin berisik. Kita sudah saling menisik.
Sampailah lekat menyatukan kulit
pada lenguh dan peluh serta kusut masai yang memerah.

Pada angin berisik. Ketika kita tak saling berbisik
lalu malam bergegas memecah derai, memadamkan sisa-sisa bara sebelum unggun.
– sebelum rekah pagi.

Kini kita sudah saling melerai, sebelum matahari menemu berisik.
Dan langkahmu berjingkat pergi — sebelum usai.

@_bianglala



– @sedimensenja

Barangkali penyesalan itu,
adalah ketidakmampuanku membaca pertanda
Ketika sabit bulan, tak lebih tajam dari hunjam kenangan
dan rindu, harus kupungut sepanjang jalan.
Tak ada yang lebih puitis dari mereka yang jatuh cinta
Syair-syair berkumandang dalam hati
Kata-kata adalah kutu yang membuat gatal kepala
Dan rindu, adalah hipotesis yang tak pernah sepakat dengan kesimpulan akhir
Sekali ku lihat wajahmu, di bawah pohon randu
aku menerka, mana yang lebih dulu jatuh –hatiku atau kapas-kapas itu.
Lalu detak-detak yang kian dekat, juga dekap selimuti lelap
siapa yang tahu bahwa hening itu asing yang nyaman?
Tapi debar adalah debur ombak –yang akan berubah mengikuti angin.
sedangkan hati adalah suar yang membutuhkan cahaya
dan kehilangan adalah kepergian tanpa kata-kata

seperti aku, kita dan hal-hal yang kita pasrahkan pada kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar