– @_bianglala
Pada angin berisik. Kita saling berbisik.
Agar kita semakin mendekatkan kepala
Hingga mendengar sepasang debar lebih lama — dan lebih lama tinggal.
Agar kita semakin mendekatkan kepala
Hingga mendengar sepasang debar lebih lama — dan lebih lama tinggal.
Pada
angin berisik. Kita sudah saling menisik.
Sampailah lekat menyatukan kulit
pada lenguh dan peluh serta kusut masai yang memerah.
Sampailah lekat menyatukan kulit
pada lenguh dan peluh serta kusut masai yang memerah.
Pada
angin berisik. Ketika kita tak saling berbisik
lalu malam bergegas memecah derai, memadamkan sisa-sisa bara sebelum unggun.
– sebelum rekah pagi.
lalu malam bergegas memecah derai, memadamkan sisa-sisa bara sebelum unggun.
– sebelum rekah pagi.
Kini
kita sudah saling melerai, sebelum matahari menemu berisik.
Dan langkahmu berjingkat pergi — sebelum usai.
Dan langkahmu berjingkat pergi — sebelum usai.
@_bianglala
– @sedimensenja
Barangkali penyesalan itu,
adalah ketidakmampuanku membaca pertanda
Ketika sabit bulan, tak lebih tajam dari hunjam
kenangan
dan rindu, harus kupungut sepanjang jalan.
—
Tak ada yang lebih puitis dari mereka yang jatuh cinta
Syair-syair berkumandang dalam hati
Kata-kata adalah kutu yang membuat gatal kepala
Dan rindu, adalah hipotesis yang tak pernah sepakat
dengan kesimpulan akhir
Sekali ku lihat wajahmu, di bawah pohon randu
aku menerka, mana yang lebih dulu jatuh –hatiku atau
kapas-kapas itu.
Lalu detak-detak yang kian dekat, juga dekap selimuti
lelap
siapa yang tahu bahwa hening itu asing yang nyaman?
—
Tapi debar adalah debur ombak –yang akan berubah
mengikuti angin.
sedangkan hati adalah suar yang membutuhkan cahaya
dan kehilangan adalah kepergian tanpa kata-kata
seperti aku, kita dan hal-hal yang kita pasrahkan pada
kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar