Kamis, 18 Juli 2013

#DuetPuisi @angghieandria dan @PerempuanButa

– @angghieandria

Aku berdiri di atas kota yang sedang meranggaskan daun-daun
Di atas teriakan-teriakan kendaraan berbesi tua
Di antara hilir mudik kepul asap di sekujur tubuhnya

Langit merengut menyaksikan kakinya dikoyak
Dikuliti
Disayat-sayat pelan kebebasan bermainnya
Hingga segala pucuk hujan kehilangan jalan pulang setelah dijatuhkan

Di tengah dadanya kusaksikan sekawanan ibu dan balita berjelaga
Berlarian
Bernyanyi di atas sepasang kaki telanjang
Menenun helai doa-doa
Meraba liuk-liuk pertanyaan tentang apa arti merdeka

Lampu api menari di antara matahari
Di antara lagu-lagu nafas yang nyaris mati
Memutar elegi
Mengerih
Merintih

Ratusan sumpah serapah mengalir
Membaur dalam liur dan darah
Bersarang dalam tubuh penuh peluru dan jejak tikam membiru

Dan elegi terputar lagi
Lagi
Lagi

Di sebuah kota, 17 Juli 2013


– @PerempuanButa

1/
Menggelepar tubuh-tubuh telanjang, 
Berkilau-kilau layak permata
Pemangsa, pemangsa! 
Wangi daging teringgal di udara,
tangan-tangan keji memasangnya di seluruh kota.
Jerat yang berbuah jerit, 
Pekak memalu gendang telinga, memaku nadi-nadi,
yang tertinggal hanya sunyi,
hanya sunyi
2/
Sungai kini memerah, tempias pelangi menyeringai keji,
berkilau taring-taring bertubuh bengis,
mengoyak isi bumi,
muncrat serpih-serpih hitam,
melintang-lintang.
Kuda-kuda dilecut, 
Keringat buruh, o, keringat buruh!
Diperas, diperas hingga menyisa rangka berbalut kulit!
Dan peluru terus mendesing di atas kepala kami.
3/
Lapar! 
Lapar!
Ada yang menggeseki perut kami, meminta sedekah,
Menangisi darah,
Bertumpuk-tumpuk tubuh tanpa nyawa, 
Entah dosa entah kuasa,
tertawa dari dalam rimba.
Tertawa,
tertawan.

Kamar sepi, 17 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar