– @cocodarz
Aku
meyakini, kelak, akan datang hari-hari di mana aku begitu mencintaimu.
Saat itu, di kepalaku, juga di kepalamu, akan tumbuh rupa-rupa edelweiss.
Wanginya menikamtidurkan jiwamu. Sementara aku, kupu-kupu yang mengitarinya.
Saat itu, di kepalaku, juga di kepalamu, akan tumbuh rupa-rupa edelweiss.
Wanginya menikamtidurkan jiwamu. Sementara aku, kupu-kupu yang mengitarinya.
Aku
ingat, kau pernah menyandarkan kepalamu di atas dadaku yang meletup-letup
rindu.
Sesekali kau berpura tak sadar diri, sekadar ingin mendengar debar desir jantungku;
lembut berirama menyebut namamu..
Saat itu, aku percaya, akan datang hari-hari di mana kau begitu mencintaiku.
Sesekali kau berpura tak sadar diri, sekadar ingin mendengar debar desir jantungku;
lembut berirama menyebut namamu..
Saat itu, aku percaya, akan datang hari-hari di mana kau begitu mencintaiku.
Hari
di mana ribuan wajah tersenyum padamu,
Sementara ribuan wajah lain, menelanjangi kekalahanku.
.
Namun bagiku, kekalahan adalah ketika waktu terbujur kaku di samping jasadku,
sedang tangismu memilih jadi ribuan pisau; merajam ketidakberdayaanku.
Sementara ribuan wajah lain, menelanjangi kekalahanku.
.
Namun bagiku, kekalahan adalah ketika waktu terbujur kaku di samping jasadku,
sedang tangismu memilih jadi ribuan pisau; merajam ketidakberdayaanku.
Dari
matamu yang selalu aku suka, rindu sedang berdarah-darah.
Sementara aku tak lagi punya kuasa.
Dan memilih menikmati maut yang lembut.
Sementara aku tak lagi punya kuasa.
Dan memilih menikmati maut yang lembut.
Hari
di mana aku begitu mencintaimu, adalah hari di mana aku dan kamu sama-sama
kehilangan diriku.
Surabaya
– 17 Juli 2013
( untuk diikiutkan dalam #DuetPuisi bersama @isyiaAyu )
( untuk diikiutkan dalam #DuetPuisi bersama @isyiaAyu )
– @isyiaAyu
Pernah,
suatu waktu, aku ingin menghapus saja semua cerita yang telah kutulis pada
sebuah buku warna warni yang kusimpan di kepala.
Buku yang kutulis sejak aku mengenal sebuah nama — namamu.
Buku yang kutulis sejak aku mengenal sebuah nama — namamu.
Pernah,
suatu waktu, aku bermimpi, pada sebuah hati aku berenang, mengapung, dan
tenggelam. Sebuah hati dengan telaga sejernih air zam-zam, saung kecil yang
teduh dikelilingi pohon-pohon rindang, sayur mayur dan buah-buahan. Sebuah hati
yang mendendangkan nyanyian sederhana tentang kepulangan.
Apa
kau tahu? Ketika kusandarkan kepalaku di atas dadamu, sekedar ingin mendengar
debar-desir jantungmu; kuharap irama lembut itu hanya menyebut namaku. Dan aku
mulai merangkai kisah baru di kepalaku, dan juga kepalamu. Dimana tumbuh
rupa-rupa edelweiss yang wanginya menikam-tidurkan jiwaku. Sementara kau,
kupu-kupu yang mengitarinya.
Hanya
saja, aku terlalu malu untuk membuka jendela, sekedar membiarkanmu mengintip
isi hati yang sesungguhnya telah tersirat dan tersurat, sedang kau tak juga
bisa membaca.
Nanti,
suatu waktu, aku ingin menghapus saja semua cerita yang telah kutulis pada
sebuah buku yang kehilangan warna yang kusimpan di kepala. Ketika rindu yang
berdarah-darah mencuri cahaya matamu, menjelma ribuan jarum pada tiap bilik
jantungku. Ketika waktu yang terbujur kaku merenggut-paksa kau; yang telah
menjadi detak-detik di dalamku. Ketika aku dan kamu, hanya akan menjadi aku.
Ketika
itu, aku akan menghapus semua waktu, hingga aku tak lagi mengenal sebuah nama —
namamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar