– @irdchi
pukul empat sore di kotaku terbuat dari jalanan
yang sibuk
menampung wajah-wajah lelah yang rindu rumah
dan sepasang mataku yang gagal menemukan sosokmu di
sana
pukul empat sore dalam kepalaku terbuat dari
pikiran yang sibuk
menakar seperti apa jalanan menuju celah di dadamu
sibukkah?
sepikah?
duh, tuan, bertahun aku menujumu namun belum juga
mampu sampai ke situ
pukul empat sore dalam dadaku terbuat dari rasa
yang masih—dan selalu kamu
baiklah, anggap saja ini rindu
atau sekadar pengingat
bahwa di belahan bumi lain, selalu ada peluk yang
menantikanmu
lalu semoga pada akhirnya kau tahu
bagiku kau selalu lebih dulu ada di dalamku
meski tak pernah sekalipun
kau menujuku
pun, semoga kelak kau sadar
ini aku, seorang yang mengagumimu
tanpa kau tahu
16:21 16072013
– @__adityan
: @idrchi
apa yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
mengandai-andai sebising apa rindu milikmu?
mungkin ia seperti sahut klakson pukul empat sore
di jalanan puisimu.
apa yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
menduga-duga seperti apa berhimpitan rasamu?
semoga seperti senyum-senyum kepulangan
dan puisi-puisi yang melegakan keluh-keluh kepenatan.
apa yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
mengira-ngira sejernih apa kedua matamu?
yang di keduanya abadi warna-warna,
seperti jingga dan kelabu debu-debu pukul empat
soremu,
kemarin.
apa yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
mereka-reka bagaimana huruf-huruf di kepalamu hidup?
mungkin mereka kauberi makan semesta
karena tak pernah ada yang mati,
meski kaupuisikan berkali-kali.
jika ada yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
ialah ketika nanti kering—andai dan dugaku,
seperti setelah kamu seka sisa keringat matahari pukul
empat soremu.
atau ketika kira-kira dan reka tertelan habis olehku,
seperti setelah aku menyelesaikan makan malamku
di pukul empat soremu.
jika ada yang lebih menyenangkan dari menerka-nerka,
ialah ketika sudah tiba,
kita,
di pukul empat sore yang sama.
17:21 17072013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar