– @dzdiazz
Ini pantaiku
Setiap petang, angin menyala-nyala. Aku adalah penghuni yang setia menjatuhkan diri dan hati dari angan. Menunggu pelancong singgah menyandarkan kapal, mengisi hampar pasir dengan wangi jejak baru, yang akan kembali memulangkan angan ke dalam diri dan hati.
Setiap petang, angin menyala-nyala. Aku adalah penghuni yang setia menjatuhkan diri dan hati dari angan. Menunggu pelancong singgah menyandarkan kapal, mengisi hampar pasir dengan wangi jejak baru, yang akan kembali memulangkan angan ke dalam diri dan hati.
Aku berharap kamu datang dan hari menjadi lebih panjang,
seperti bentangan pantai yang hanya sanggup aku pandang. Sendirian. Bahkan
kata-kata yang ditulis pujangga tak mampu menjangkau ujung ke ujungnya. Dan
takdir puisi hanya melingkar-lingkar di jantung debar.
Pantai ini masih penuh kekosongan. Tak ada yang menyetubuhi
pasirnya selain angin yang terburu-buru.
Perjalananmu yang jauh nan lelah, semoga tiba di dermaga
kecil usang. Tapi tenanglah, ujung dermaga terbuat dari kayu-kayu yang setiap
waktu kuajari ketabahan menunggu. Ia tidak lapuk.
Ini pantai di mana kau bisa mengubah pasir menjadi desir.
Ini dermaga di mana kau bisa menjatuhkan jangkar dan melabuhkan debar.
Ini dermaga di mana kau bisa menjatuhkan jangkar dan melabuhkan debar.
– @WE_Dewie
Untuk @dzdiazz
Aku
selalu menghadiahkan tawa dan melukisnya bersama senja.
Tidakkah
kau rasakan itu?
Lalu,
mengapa masih ada kekosongan dalam lembaran kisahmu?
Cobalah
kau gulung masa lalu bersama deburan ombak
Biar
kumampu menyinggahi dermaga kecil nan usang seperti katamu.
Sekarang
tak perlu kau hiraukan tentang sebuah tawa yang telah terlukis
Aku
akan kembali bersama senja
Memadupadankan
lewat bulir-bulir hujan
Dan
kau dapat merangkulnya di tepi dermaga keindahan.
Puisi balasan dari @WE_Dewie
Rabu, 17 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar